Pada masa Demokrasi Parlementer, Indonesia mengalami banyak gangguan stabilitas politik & keamanan. Meski demikian, pemerintah pada masa Demokrasi Parlementer mampu mewujudkan beberapa keberhasilan yang membanggakan, di antaranya adalah Penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika (KAA) & Deklarasi Djuanda.
a. Penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika/KAA
KAA diselenggarakan pada 18-24 April 1955 di Bandung. Konferensi ini dihadiri oleh 29 negara. Sidang berlangsung selama satu minggu & menghasilkan sepuluh prinsip yang dikenal dengan Dasasila Bandung.
Penyelenggaraan KAA membawa keuntungan bagi Indonesia, pamor Indonesia sebagai negara yang baru merdeka naik karena kemampuannya menyelenggaraan konferensi tingkat internasional. Keuntungan lainnya adalah dukungan bagi pembebasan Irian Barat yang saat itu masih diduduki Belanda.
KAA juga berpengaruh terhadap dunia internasional. Setelah berakhirnya KAA, beberapa negara di Asia & Afrika mulai memperjuangkan nasibnya untuk mencapai kemerdekaan & kedudukan sebagai negara berdaulat penuh. Selain itu, KAA menjadi awal lahirnya organisasi Gerakan Non-Blok.
b. Deklarasi Djuanda
Sebelum Deklarasi Djuanda, Indonesia masih menggunakan peraturan kolonial terkait dengan batas wilayah. Dalam peraturan itu disebutkan bahwa laut teritorial Indonesia lebarnya hanya 3 mil diukur dari garis air rendah dari pulau-pulau & bagian pulau yang merupakan bagian dari wilayah daratan Indonesia.
Batas 3 mil ini menyebabkan adanya laut-laut bebas yang memisahkan pulau-pulau di Indonesia. Hal ini menyebabkan kapal-kapal asing bebas mengaruhi lautan itu tanpa hambatan. Kondisi ini akan menyulitkan Indonesia dalam melakukan pengawasan wilayah Indonesia. Melihat kondisi inilah kemudian pemerintah Kabinet Djuanda mendeklarasikan hukum teritorial. Deklarasi ini, kemudian dikenal sebagai Deklarasi Djuanda.
Penetapan Deklarasi Djuanda dilakukan dalam Konvensi Hukum Laut III PBB Tahun 1982. Pengakuan atas Deklarasi Djuanda menyebabkan luas wilayah RI meluas hingga 2,5 kali lipat dari 2.027.087 km² menjadi 5.193.250 km².
Demikianlah artikel mengenai KAA dan Deklarasi Djuanda, semoga bermanfaat bagi kita semua.
Source: Pihak Ketiga. |
KAA diselenggarakan pada 18-24 April 1955 di Bandung. Konferensi ini dihadiri oleh 29 negara. Sidang berlangsung selama satu minggu & menghasilkan sepuluh prinsip yang dikenal dengan Dasasila Bandung.
Penyelenggaraan KAA membawa keuntungan bagi Indonesia, pamor Indonesia sebagai negara yang baru merdeka naik karena kemampuannya menyelenggaraan konferensi tingkat internasional. Keuntungan lainnya adalah dukungan bagi pembebasan Irian Barat yang saat itu masih diduduki Belanda.
KAA juga berpengaruh terhadap dunia internasional. Setelah berakhirnya KAA, beberapa negara di Asia & Afrika mulai memperjuangkan nasibnya untuk mencapai kemerdekaan & kedudukan sebagai negara berdaulat penuh. Selain itu, KAA menjadi awal lahirnya organisasi Gerakan Non-Blok.
b. Deklarasi Djuanda
Sebelum Deklarasi Djuanda, Indonesia masih menggunakan peraturan kolonial terkait dengan batas wilayah. Dalam peraturan itu disebutkan bahwa laut teritorial Indonesia lebarnya hanya 3 mil diukur dari garis air rendah dari pulau-pulau & bagian pulau yang merupakan bagian dari wilayah daratan Indonesia.
Batas 3 mil ini menyebabkan adanya laut-laut bebas yang memisahkan pulau-pulau di Indonesia. Hal ini menyebabkan kapal-kapal asing bebas mengaruhi lautan itu tanpa hambatan. Kondisi ini akan menyulitkan Indonesia dalam melakukan pengawasan wilayah Indonesia. Melihat kondisi inilah kemudian pemerintah Kabinet Djuanda mendeklarasikan hukum teritorial. Deklarasi ini, kemudian dikenal sebagai Deklarasi Djuanda.
Penetapan Deklarasi Djuanda dilakukan dalam Konvensi Hukum Laut III PBB Tahun 1982. Pengakuan atas Deklarasi Djuanda menyebabkan luas wilayah RI meluas hingga 2,5 kali lipat dari 2.027.087 km² menjadi 5.193.250 km².
Demikianlah artikel mengenai KAA dan Deklarasi Djuanda, semoga bermanfaat bagi kita semua.